Because We Have No Idea,Even When We Thought We Know – Lebih Baik Diam Daripada Berkomentar Jujur –

Standard

Pernah ga sih kalian ngerasa lumayan deket sama seseorang, sampai ketika ada sesuatu hal yang menurut kalian kurang baik, kalian berani kasih komentar (karena care, bukan kepo, atau mau ikut campur. Tapi tanpa disangka-sangka, komentar kalian bukan hanya ga diterima dengan baik, tapi komentar itu dianggap menyakiti..

OK, saya bukan guru komunikasi atau apapun, bahasa saya terlalu straight to the point. Tapi saya nerani komentar karena saya merasa cukup dekat dengan miss X dan jujur aja, saya care sama dia..

Sedihnya, dia menganggap saya terlalu ikut campur urusannya dan yang lebih sedihnya lagi, ini saya tahu dari temannya yang si X curhati.

Saya sensitif kok. Saya tahu dia tersinggung, maka saya segera minta maaf kalau komentar saya menyinggung dia. Tapi dia bersikap seakan-akan ga masalah, tapi lalu ngomongin saya di belakang.

Itulah salah satu flaw saya, walau saya tahu saya salah, saya ga bisa terima diomongin di belakang. Rasanya seperti ditusuk dari belakang sama orang yang saya percayain..

Saya trauma dengan itu. Masalahnya, dulu, gara-gara masalah cowo kecengan sahabat saya, dia tega-teganya ngejelekin saya di belakang. Sampe-sampe sengaja ketemuan dengan teman-teman saya yang lain hanya untuk ngejelek-jelekin saya. Butuh waktu setahun lebih untuk memperbaiki semuanya dan tetap saja kami ga pernah bisa sedekat dulu..

Saya ga suka dibicarain di belakang. Sungguh!!

Dari beberapa pengalaman pahit itu, kesimpulannya, sedekat apa pun kita kira kita dengan orang lain, kita ga akan pernah tahu bagaimana kita di matanya.

Pagar itu perlu dipasang lagi sepertinya 😦

Leave a comment