Saya mau sedikit ikut-ikutan mengomentari pernyataan Denny Indrayana yang melecehkan profesi advokat.
Sebelum berkomentar, saya berusaha mencari logika apa yang dipergunakan oleh ybs hingga mengeluarkan pernyataan kotroversial seperti itu di ranah publik pula. Apabila pernyataan seperti itu keluar dari buah pemikiran seorang awam, yang menganalogikan seorang pembela dalam persidangan sebagai orang yang membela pihak yang bersalah, rasanya orang-orang yang mendengar pernyataan seperti itu bisa sedikit memaklumi, Tapi yang saya ga habis pikir, kok bisa-bisanya pernyataan seperti itu keluar dari buah pikiran seorang pejabat negara yang setiap hari berurusan dengan ranah hukum. Wamen Hukum dan HAM loh. Orang yang seharusanya sangat mengerti mengenai Hak azasi dan hukum. Jujur saya ga bisa nemu maksud lain dari pernyataan tersebut selain penggeneralisasian negatif untuk profesi advokat.
Apakah seorang advokat, yang memang tugasnya melakukan pembelaan terhadap seseorang lalu disamakan dengan tersangkanya??
Saya ga mau bicara secara ilmu hukum. Banyak ahli hukum yang lebih berkompeten menjelaskannya. Coba kita lihat secara awam aja deh. Kalau seseorang dituduh melakukan pembunuhan padahal sebenarnya tidak melakukan pembunuhan tersebut, lalu tidak ada orang yang membantunya untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, karena takut dianggap pembunuh juga, bagaimana nasib si tersangka itu? Apakah dia begitu saja dihukum untuk kejahatan yang tidak dia lakukan??
Advokat yang nakal memang ada. Bukan rahasia umum lagi. Tapi tidak bisa kita menggeneralisasi suatu profesi karena adanya oknum2 tersebut.
Lalu malam ini, dalam sebuah tayangan diskusi mengenai kontroversi pernyataan Denny ini, ada komentar yang saya rasa lucu. Komentar tersebut intinya menyatakan bahwa pernyataan Denny tersebut adalah sebuah refleksi dari pandangan masyarakat yang kecewa, yang memandang penegakan hukum di negara kita ini sudah demikian terpuruknya. Apabila memang pandangan masyarakat awam keliru mengenai profesi advokat, seorang pejabat negara, apalagi Wamen Hukum dan HAM, seharusnya meluruskan pandangan tersebut. Bukannya menegaskan stigma negatif tersebut.
Jika disebutkan bahwa dahulu DI pernah menjadi seorang advokat, yang menjadi pernyataan buat saya, apakah atau bagaimanakah mindset yang dia pakai selama dia menjalankan profesi advokat? Apakah profesi advokat dia terjemahkan sebagai “orang yang melakukan pembelaan terhadap orang yang bersalah”? Jika iya, saya rasa, pantaslah beliau mengeluarkan pernyataan demikian.
Yang menjadi pokok permasalahannya sekali lagi bukanlah mekanisme penyampaian pernyataan tersebut. Ntah beliau menyuarakannya dalam media apapun tidaklah menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah pernyataannya.
Lalu ketika pernyataan tersebut berbuntut panjang, diceritakan bahwa DI meminta maaf (hanya kepada advokat yang bersin). Permintaan maaf apa sih itu? Saya rasa beliau kurang menyadari efek dari pernyataan yang dilontarkannya. Bukan hanya menyinggung dan menghina profesi advokat, selain itu, pernyataan itu menggiring opini masyarakat untuk semakin tidak percaya pada hukum di negeri ini. Ini berlaku untuk pihak yang pro maupun yang kontra.
Bagi pihak yang pro, contoh opini yang berkembang adalah “nahh, bener kan. Emang ga beres kok hukum di negeri ini. Koruptor dibelain sama advokat koruptor”.
Bagi pihak yang kontra, contoh opini yang beredar, “Bagaimana negeri ini bisa menegakkan hukum, lah wong orang yang duduk di kursi pejabat aja ga mengerti hukum kok”.
Buat kalimat maafnya yang sepertinya lebih berbau basa basi, saya akan meminjam quote Tao Ming Tse di film Meteor Garden, “Kalau maaf berguna, buat apa ada penjara” (kalo ga salah :D)
Posted from WordPress for BlackBerry.