KOMUNIKASI

Standard

Dalam hidup ini, kita bersosialisasi..kita berinteraksi dengan orang lain. Betapapun kita mandiri, kita selalu, secara disadari atau tidak, membutuhkan orang lain..

Komunikasi adalah kebutuhan primer. Tidak hanya sandang, pangan, dan papan. Buktinya?? Simple aja. Masih inget film  “Cast Away” yang dibintangi oleh Tom Hanks pada tahun 2000. film tersebut pada intinya menceritakan mengenai seseorang yang terdampar di pulau, berjuang membangun tempat berteduh, mencari makanan, berbusana seadanya demi mempertahankan diri dari kejamnya perubahan cuaca, dan satu hal lagi mencari partner untuk berkomunikasi, yang ditemukannya dalam sosok Wilson, sebuah bola voli yang dimodifikasi menjadi sebentuk wajah.

Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk berkomunikasi. Entah itu dengan berbicara secara langsung, menunjukkan mimic wajah, manulis, menggambar, atau melalui bahasa isyarat.

Tujuan komunikasi adalah menyampaikan apa yang ada dalam pikiran atau perasaan kita kepada pihak lain. It takes two to tango and it also takes two to communicate

Walaupun komunikasi adalah kebutuhan mendasar, akan tetapi mengimplementasiannya dalam kehidupan nyata termasuk sulit. Bayak hal yang membatasi kita untuk menciptakan suatu komunikasi yang baik dan lancar.

Setiap manusia di dunia ini adalah pribadi yang unik. Hal ini yang menjadi tantangan yang terbesar dalam menciptakan komunikasi yang baik.

Manusia memiliki keterbatasan dalam mencurahkan apa yang ada di dalam hati dan pikirannya sehingga dapat dimengerti oleh pihak yang dituju.

Beragam sifat manusia yang dihadapi, beragam pula cara kita untuk berkomunikasi. Kadangkala kita harus menjadi orang yang straight to the point, di waktu lain kita mesti pandai merangkai kata agar maksud dan tujuan tersampaikan dengan baik.

Kondisi, timing, jabatan, dan banyak hal lain harus menjadi pertimbangan dalam menciptakan komunikasi. Tidak mungkin kita menerapkan tata cara komunikasi yang sama terhadap seorang anak, orang tua, teman, pasangan, atasan, bawahan, dsb.

Kadang, dengan berbagai macam pertimbangan yang njelimet, kita jadi enggan mengkomunikasikan hal-hal yang kita ingin agar orang lain dapat mengerti. Malas berdebat, enggan dianggap sok tahu, khawatir dengan ‘keamanan’ posisi yang ditempati sekarang, dan lain-lain. Lalu ketika pada akhirnya pesan itu benar-benar tidak tersampaikan kita menjadi kesal. Tapi, hey, salah siapa?? Kita lah yang dari awal membiarkan orang lain salah tanggap dengan tidak menunjukkan maksud dan tujuan kita secara jelas.

Good communication and bad communication will lead us to a whole different result.

Nyesek loh nyimpen-nyimpen sesuatu cuma karena takut akan hasil dari mengkomunikasikan pikiran kita.

I, myself, still have the problem. Padahal gw orangnya ekstrovert. Tapi tetep aja ga selalu bisa mengkomunikasikan apa yang gw rasain or pikirin.

Ever had the feelin that u gonna blow up from hiding so much thoughts??been there, mate and it will grow anger within yourself. Not necessarily anger towards other, most of the time the anger is to yourself. An accumulated feeling of disappointment from having no courage to communicate the thoughts.

Komunikasi itu, bukan hanya sekedar untuk menyampaikan apa yang kita pikir dan rasakan kepada orang lain, tapi juga sebuah bentuk pelepasan emosi yang dapat sedikit meringankan tekanan dari perasaan-perasaan atau pikiran-pikiran tersebut..

So..daripada nelen sendiri, lebih baik kita mencari cara yang lebih bijak untuk berkomunikasi.

 

Leave a comment